11 Mei 2019

Tanda Pusat Kerajaan Mataram Hindu

Mungkin terlalu bermimpi kalau Desa Semawung adalah Pusat pemerintahan atau bahkan pusat Kerajaan Mataram Hindu tetapi saya mengajukan hal yang perlu menjadi pemikiran:
  1. Dusun ditata dan dinamai dengan sistem kraton yaitu Krajan,Kemantren,Kembaran ,Sucen
  2. Berdasarkan Berita  Cina  bahwa pusat kerajaan dibatas pagar tembok dan pohon dan wilayah yang banyak sungainya.. cocok sekali desa semawung ada Sungai bogowonto,sungai Gesing sungai Mongo..dahulu sungai tersebut bisa dilayari Kapal/perahu. Bahwa pusat kerajaan di daerah pedalaman yang banyak dialiri sungai
  3. Jalan desa dahulu banyak pecahan keramik kuno dari glasur  terlihat sebagai Keramik Cina kalau bukan pusat kota atau pusat pemerintahan mustahil berserakan yang begitu banyak
  4. Berdasarkan Prasasti Purworejo 900 M diceritakan sistem perdagangan Pasar  hari Pasar
    • Kliwon  pasar ditengah/Pusat kota---------> Pasar Semawung
    • Legi  Pasar di Timur -------------------------->Pasar  Soka
    • Pahing pasar di Selatan------------------------>Pasar Jenar
    • Pon Pasar di Barat ---------------------------->Pasar Popongan

Yang lebih tanda tanya besar bahwa saluran air pernah ada di Dusun Krajan.. walau sekarang tidak ada lagi... apakah merupakan saluran air pathirtan untuk keperluan  Kraton belum pernah ada kajian  ..

kali Babrik bukan nama Asli

Sering ada postingan postingan ataupun Ulasan mengenai sungai yang mengalir ke Arah Sungai Bogowonto. Sungainya terletak di Sebelah Timur Desa Semawung Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo.
Entah mulai Kapan sungai itu dinamakan Sungai Babrik tapi yang Jelas Berdasarkan Toponimi di beberapa Peta Jaman Belanda .maupun peta jaman sekarang yang Benar adalah SUNGAI GESING

Sungai babrik disebut begitu karena sering ngobrak abrik sawah. atau sungai tersebut untuk bahan baku air pabrik jaman belanda itu yang beredar istilah di masyarakat
Sungai Gesing disebut gesing karena banyak ditumbuhi Gesing yaitu semacam bambu berduri layaknya disebut Pring Ori.
Sungai Gesing bukan merupakan Kali Gesing yang merupakan nama tempat..

16 Mei 2013

RIWAYAT DESA SEMAWUNG PURWOREJO


Pada jaman dahulu kala   sekitar ±1334 Masehi, kala itu Tanah jawa menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Besar Majapahit dengan raja besar Prabu Hayam Wuruk.,  Tanah wilayah Bagelen merupakan bekas kekuasaan Dyah Balitung Watukura Raja Mataram Hindu merupakan tanah perdikan tidak ramai didiami penduduk sejak pusat Kerajaan berpindah ke Jawa Timur.
 Wilayah ini strategis karena ada Sungai Bogowonto yang dapat dilayari hingga tepian-tepian anak sungai Bogowonto Sungai Gesing dan Sungai Mongo sehingga menjadi  jalur  keramaian dan perdagangan

Tahun runtuhnya kerajaan Majapahit   akibat  serbuan dari Kerajaan Demak , “
sirna ilang kretaning bumi”. Candra Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi
Tahun 1478  Masehi ini .  Seorang Pangeran keturunan Raja Majapahit anak Prabu Brawijaya V bernama  Raden Joko Dubruk/ Raden Semawung/ Pangeran Tatung Malara datang melalui Bagelen (menelusuri sungai Bogowonto) ke arah hilir mendarat di tanah Tepian sungai Bogowonto yang keseluruhan wilayahnya di kelilingi oleh Anakan sungai yaitu sungai Mongo dan Sungai Gesing .Pendaratan diperkirakan di Tegal Dhuwur (Hulu sungai Gesing  selatan Desa Semawung sekarang). Pendaratan ini adalah dalam rangka pelarian dari pengejaran tentara Demak Bintoro

Jaka Dubruk atau Raden Semawung merupakan salah satu Putra Sang Prabu Brawijaya V . Jaka Dubruk juga sering disebut Jaka Warih karena dia keturunan Raja (warih artinya air, atau suatu keturunan, genetik mulia, punya warih Ratu artinya keturunan raja) secara melegenda beliau disebut Joko Semawung .
Mendaratnya Raden Semawung (setelah 1478 M) kala itu masih belia, karena suatu tekanan pergantian politik kekuasaan pasca Majapahit  runtuh , Beliau didampingi para wiku, ponggawa pengikut… Secara cerita mulut ke mulut yang berkembang di masyarakat diantaranya :

1.Kyai Tirtoyoso – tempat orang belajar ilmu (Pendeta makam di tepi sungai Gesing)
   Tirto = air, ilmu  sedangkan Yoso= penyedia, tempat,
2. Kyai Onggo Hapsoro ( menetap di Onggosaran, Cengkawak rejo)
3. Dipo Dongso
4.Onggo Anem

Cikal Bakal pendiri Wilayah Desa .

Tidak berapa lama seperti membuka peradaban baru Raden Semawung atau joko semawung membuka wilayah hutan (alas) dengan batas batas perairan.untuk wilayah padukuhan dan lembah sungai Gesing  untuk lahan sawah. Waktu pengerjaan buka desa/babad alas ternyata penduduk di bukit menoreh ( kalah waktu perang dengan wangsa syailendra) turun dan ikut membantu
-Tahun ±1500-an Masehi Nama Semawung sebagai suatu desa wilayah yang tumbuh dibangun Pangeran Anak Prabu Brawijaya V  disegani dengan banyak culture budaya yang tinggi nilainya . (Tentu saja nama Semawung jangan dikaitkan dengan nama semawung yang muncul kemudian sebagai suatu nama Kadipaten semawung (kutoarjo) dan nama tempat desa di Kabupaten kulon progo sekarang).

Desa Hasil bukaan hutan makin ramai dengan penataan wilayah batas perairan system kerajaan :

1. Wilayah Krajan
2. Wilayah kemantrian (Kemantren)
3. Wilayah Kenyaen (Putren-nyai)
4. Wilayah Sucen/Pasucen
5. Wilayah Kembaran (Kemboro an, boro-pendatang)
6. (Wilayah jati salam belum ada)

Sungguh wilayah yg benar-benar luas untuk sebuah desa
 ·          Budaya seni lama yang masih hidup adalah Jaran Kepang Angklung dengan alur cerita Panji ,Cerita seputar Kerajaan Kediri dan Jenggala sebuah cerita yang jauh sebelum adanya majapahit artinya Desa Semawung terbentuk pada jaman Majapahit dengan cerita rakyat Panji Asmoro Bangun yang terkenal. Berbeda dengan riwayat  Desa-desa pegunungan menoreh.. tentara majapahit yang datang kemudian setelah Majapahit runtuh porak poranda tahun 1521 Masehi mereka membabad hutan sumongari adalah pasukan berkuda sehingga mereka menciptakan Kesenian Incling merupakan tarian pasukan berkuda

Tata pemerintahan berjalan dan penempatan penduduk sesuai fungsi dan pembagian tanah dari penguasa desa. Diperkirakan Sucen wilayah terpisah dan di sana tempat peribadatan 
Hasil pertanian yang bagus berupa Palawija, padi, kelapa, aren dan siwalan . Polowijo, Gula kelapa sangat dominan sebagai hasil pertanian sepanjang tahun. Rojokoyo berupa Ayam Kedu,kambing dan kerbau yang digunakan sekaligus untuk membajak sawah.
Hasil perikanan didapat dari Sungai Bogowonto Wader, Lunjar, Ulin, sidat, lele,gabus dan ikan Serni (sejenis kerapu air tawar)
Palawija berupa Jagung,kacang tanah, uwi, gembili, gembolo,pogung
 Perdagangan juga terjalin baik dengan wilayah sekitarnya, sungai bogowonto sebagai urat nadi perdagangan. Dari luar masuk barang-barang pecah belah, keramik, pakaian batik , tenun dan barang-barang terbuat dari besi (jalan desa sebelum di aspal banyak pecahan keramik dengan teknik glazur cina zaman dinasti apa ?)
Hal yang paling menonjol dalam kemasyarakatan adalah berkembangnya pengetahuan filsafat. Tidak mengherankan karena ada Pendeta/Wiku yang mengajar semacam laku tarekat
Dari padepokan Tirtoyoso ini muncul penghayat filsafat keagamaan (tingkat makrifat) yang mirip dengan  Islam

Setelah keadaan desa terbentuk, Joko Semawung memilih melanjutkan perjalanan sampai di wilayah Bagelen kemudian mempersunting Putri dari Bagelen (Ada yang berkeyakinan beliau mempersunting Nyai Ageng Bagelen / Ratu Roro Rengganis ?
 tapi jika dikaitkan tentunya sudah tidak sejaman. Karena adanya Ratu Roro Rengganis pada saat Bagelen merupakan kerajaan Galuh atau Pagaluhan, ada tembang yang menyebutkan putri dari desa beduk Bagelen  lahirnya sunan Geseng)
Perjalanan beliau menjadi suatu legenda terbentuk nama-nama desa yang bersebelahan dengan Semawung, Seperti Piji, Kemanukan pecekelan…..
Perkawinan dengan putri dari Bagelen (dari desa Beduk) mempunyai anak bernama Cokrojoyo. Raden Cokrojoyo dititipkan  berguru ke Kyai Tirtoyoso
Kehidupan Cokrojoyo muda seperti sekedar penduduk biasa dengan mata pencarian sebagai penderes kelapa untuk menghasilkan Gula Jawa.Itupun dijalani sebagai bagian dari laku filsafat yang dijalaninya Topo ngrame ( karena orang jawa bukan penganut filsafat abstrak) bisa juga karena penyamaran menghindari kekuasaan Demak
(Dalam beberapa legenda Ki Cokrojoyo memang penduduk miskin, tapi kenapa jadi penderes kelapa sedang beliau sendiri adalah putra Bangsawan. Ini yang mematahkan argument kehidupan Cokrojoyo
)

Cokrojoyo jalani hidup ini dengan riang dan menyerahkan hidup ini sepenuhnya kepada Yang Maha Kuasa keyakinan dalam ritualnya. Satu hal yang menjadi ciri khas dia bila hendak menyadap aren adalah menenteng bumbung bambu pring pating crantel dan tembang uro-uro (dalam legenda tembangnya Mocopat Pucung? Saat itu belum tercipta oleh sultan Agung). Inilah yang mempertemukannya dengan Sunan Kalijaga. 

Tahun  kekuasaan Sultan Trenggono ( ±1521 M) syahdan, suatu hari Sunan Kalijogo bersama dua orang muridnya kebetulan lewat di dekat kebun Ki Cokrojoyo. Sunan Kalijogo rupanya tertarik gaya Ki Cokrojoyo. Begitu melihat tingkah laku penderes Ki Cokrojoyo maka Sunan Kalijaga dengan ilmu kewaliannya telah melihat dasar-dasar makrifat yg tinggi . Ki Cokrojoyo mengajak Sunan Kalijaga ke rumahnya.
Ki Cokrojoyo bercerita tentang Air nira ,isinya bumbung dan bumbungnya sendiri (pring) ( Air adalah Ilmu dengan bumbung pring yang sanepo manusia tidak abadi) Sunan Kalijaga menegaskan kepada Ki Cokrojoyo sebaik -baiknya nira dan bumbung adalah dzikir, kalimat syahadat karena bisa mencukupi kebutuhan hidup. 
Setelah Ki Cokrojoyo mengucapkan Kalimah Syahadat di tuntun oleh Sunan Kalijaga, Ki Cokrojoyo meneruskan kerjanya, mencetak gula, menuangkan isi bumbung memasak air nira sambil membaca kalimat syahadat. Alangkah terkejutnya hasil gula yang didapat bukan berupa gula jawa tetapi berupa emas ( Ki Cokrojoyo mendapat penyempurnaan ilmunya yang selama ini didapat dari Kyai Tirtoyoso. Ki Cokrojoyo bukan tertarik masalah emasnya tetapi memastikan kelanjutan ritual Topo Ngrame)

Maka bergegas Cokrojoyo mengejar Sunan Kalijaga dan setelah berhasil menyusul ia langsung bersimpuh pada lutut Sunan Kalijaga. Sambil berlutut ia memohon agar diperkenankan menjadi muridnya. Dikisahkan Sunan Kalijaga mengatakan; ”Anakku jika sungguh-sungguh ingin menjadi murid, maka kau harus berzikir di tempat ini dan jangan pergi sebelum aku datang. Jagalah tongkat ini baik-baik”. Setelah berkata demikian, Kalijaga menancapkan sebuah tongkat, kemudian dalam sekejap dia sudah sirna dari pandangan mata. Ternyata Cokrojoyo dengan patuh melaksanakan perintah Sunan Kalijogo. Dia tak hiraukan panas dan hujan, siang dan malam. Sampai-sampai tanaman di sekitarnya berobah menjadi hutan lebat.
Sunan Kalijaga baru teringat setelah tujuh tahun kepada Ki Cokrojoyo begitu beliau lewat di tempat cokrojoyo bersamadi. Akhirnya Hutan dibakar Ki cokrojoyo ditemukan dalam keadaan gosong yang kemudian diberi Sunan Geseng
· ( jika kita membaca beberapa versi mengenai siapa sunan Geseng banyak terdapat keganjilan terutama dari segi nasab.,.ilmu karohmah sebelum mencapai tingkat waliyullah –Cokrojoyo adalah penderes kelapa biasa)
 kemudian di Desa Semawung sampai sekarang ada Masjid Tiban yg merupakan ciri wilayah dakwah di mana Sunan Geseng berada yaitu sungai Luk Ulo sampai wilayah Bagelen- sungai Bogowonto) (mengherankan  ada dihubungkan Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten ataupun Sunan Geseng dari Kediri Jawa Timur.)
 Sunan Geseng kemudian berdakwah menyusuri Bogowonto hingga ke Loano (hutan loano/Luwanu  atas perintah sunan Kalijaga)

Hal yang patut menjadi perhatian tentang tahun sejarah,Sebagai Referensi :

 Dikutip dari blogger Setyo Hajar Dewantoro dapat menggambarkan tersingkirnya Raden Semawung karena pergeseran Politik Kekuasaan
Secara akademik, teori penyerangan Prabu Girindrawardhana terhadap Majapahit ini ditolak oleh Prof. Dr. Slamet Muljana. Menurut Muljana, nama Girindrawardhana ditemukan pada prasasti Jiyu 1408 tahun Saka atau 1486 M, delapan tahun setelah tahun yang dianggap sebagai masa keruntuhan Majapahit akibat serangan Demak. Muljana lantas menghubungkannya dengan kronik Cina yang berasal dari kuil Sam Po Kong di Semarang. Muljana menyatakan bahwa seorang menantu Kertabhumi menjadi bawahan Demak dan harus membayar upeti. Tarikh tahun yang digunakan adalah 1488. Tokoh yang dimaksud dalam kronik Tionghoa disebutkan dengan nama Pa Bu Ta La. Slamet Muljana berspekulasi bahwa Pa Bu Ta La yang dimaksud adalah Girindrawardhana, sebab menurutnya kata “Ta La” adalah transkripsi dari dra sebagai unsur nama Girindrawardhana. Dari analisa ini maka ditarik kesimpulan bahwa Girindrawardhana tidak mungkin menyerang kepada Majapahit sebab justru Girindrawardhana justru tunduk kepada Demak. Menurut Muljana, Demaklah yang menyerang Majapahit pada masa Prabu Brawijaya V.

Saya sendiri, punya analisis yang mendukung kesimpulan bahwa Majapahit memang runtuh oleh Kerajaan Demak, dan setelah itu terjadi pembumihangusan yang sistematik terhadap kekuatan politik bahkan warisan budaya Majapahit. Peristiwa “pembunuhan” Ki Ageng Kebo Kenongo oleh Sunan Kudus atas perintah Raden Patah adalah salah satu petunjuk akan benarnya kesimpulan tersebut.
 Tak lama setelah Demak menghancurkan Majapahit, guna mengukuhkan kekuasaan politik yang baru digenggam, maka seluruh pengganggu potensial harus disingkirkan, lepas dari mereka benar-benar akan mengganggu atau tidak.


Petunjuk lain, adalah apa yang terjadi dengan para keturunan Prabu Brawijaya V. Prabu Brawijaya V memiliki anak sebagai berikut:
1. Raden Jaka Dilah, menjabat Adipati di Palembang;
2. Raden Jaka Pekik (Harya Jaran Panoleh), menjabat Adipati di Sumenep;
3. Putri Ratna Pambayun, menikah dengan Prabu Srimakurung Handayaningrat
4. Raden Jaka Peteng
5. Raden Jaka Maya (Harya Dewa Ketuk) adipati di Bali.
6. Dewi Manik, menikah dengan Hario Sumangsang Adipati Gagelang
7. Raden Jaka Prabangkara, pergi ke negeri Cina
8. Raden Harya Kuwik Adipati Borneo
9. Raden Jaka Kutik (Harya Tarunaba) Adipati Makasar;
10. Raden Jaka Sujalma (Adipati Suralegawa di Blambangan)
11. Raden Surenggana tewas dalam peristiwa penyerbuat Demak
12. Retno Bintara istri Tumenggung Singosaren Adipati Nusabarung
13. Raden Patah; Sultan Demak
14. Raden Bondan Kejawan, Ki Ageng Tarub III yang menurunkan raja-raja Mataram;
15. Retno Kedaton, kamuksan di Umbul Kendat Pengging.
16. Retno Kumolo (Raden Ayu Adipati Jipang), menikah dengan Ki Hajar Windusana;
17. Raden Jaka Mulya (Raden Gajah Permada);
18. Putri Retno Mas Sakti, menikah dengan Juru Paningrat
19. Putri Retno Marlangen, menikah dengan Adipati Lowanu;
20. Putri Retno Setaman, menikah dengan Adipati Jaran Panoleh di Gawang;
21. Retno Setapan istri Harya Bangah Bupati Kedu Wilayah Pengging
22. Raden Jaka  Piturun, Adipati Ponorogo dikenal sebagai Betara Katong.
23. Raden Gugur, hilang di Gunung Lawu
24. Putri Kaniten, menikah dengan Hario Baribin, di Madura;
25. Putri Baniraras, menikah dengan Hario Pekik, di Pengging;
26. Raden Bondan Surati mati obong di Hutan Lawar Gunung Kidul
27. Retno Amba, menikah dengan Hario Partaka;
28. Retno Kaniraras
29. Raden Ariwangsa
30. Raden Harya Suwangsa (Ki Ageng Wotsinom di Kedu)
31. Retno Bukasari istri Haryo Bacuk
32. Raden Jaka Dandun, nama gelar Syeh Belabelu;
33. Retno Mundri (Nyai Gadung Mlati) istri Raden Bubaran, kamuksan di Sendak Pandak Bantul
34. Raden Jaka Sander, nama gelar Nawangsaka;
35. Raden Jaka Bolod, nama gelar Kidangsoka;
36. Raden Jaka Barak, nama gelar Carang Gana;
37. Raden Jaka Balarong
38. Raden Jaka Kekurih/Pacangkringan
39. Retno Campur
40. Raden Jaka Dubruk/Raden Semawung/Pangeran Tatung Malara
41. Raden Jaka Lepih/Raden Kanduruhan

42. Raden Jaka Jadhing/Raden Malang Semirang
43. Raden Jaka Balur/Ki Ageng Megatsari/Ki Ageng Mangir I
44. Raden Jaka Lanang, dimakamkan di Mentaok Jogja
45. Raden Jaka Wuri
46. Retno Sekati;
47. Raden Jaka Balarang
48. Raden Jaka Tuka/Raden Banyak Wulan
49. Raden Jaka Maluda/Banyak Modang dimakamkan di Prengguk Gunung Kidul
50. Raden Jaka Lacung/Banyak Patra/Harya Surengbala
51. Retno Rantam
52. Raden Jaka Jantur
53. Raden Jaka Semprung/Raden Tepas makam di Brosot Kulonprogo
54. Raden Jaka Gambyong
55. Raden Jaka Lambare/Pecattanda dimakamkan di Gunung Gambar Ngawen Gunung Kidul
56. Raden Jaka Umyang/Harya Tiran
57. Raden Jaka Sirih/Raden Andamoing
58. Raden Joko Dolok/Raden Manguri
59. Retno Maniwen
60. Raden Jaka Tambak
61. Raden Jaka Lawu/Raden Paningrong
62. Raden Jaka Darong/Raden Atasingron
63. Raden Jaka Balado/Raden Barat Ketigo
64. Raden Beladu/Raden Tawangtalun
65. Raden Jaka Gurit
66. Raden Jaka Balang
67. Raden Jaka Lengis/Jajatan
68. Raden Jaka Guntur
69. Raden Jaka Malad/Raden Panjangjiwo
70. Raden Jaka Mareng/Raden Pulangjiwo
71. Raden Jaka Jotang/Raden Sitayadu
72. Raden Jaka Karadu/Raden Macanpura
73. Raden Jaka Pengalasan
74. Raden Jaka Dander/Ki Ageng Gagak Aking
75. Raden Jaka Jenggring/Raden Karawita
76. Raden Jaka Haryo
77. Raden Jaka Pamekas
78. Raden Jaka Krendha/Raden Harya Panular
79. Retna Kentringmanik
80. Raden Jaka Salembar/Raden Panangkilan
81. Retno Palupi istri Ki Surawijaya (Pangeran Jenu Kanoman)
82. Raden Jaka Tangkeban/Raden Anengwulan dimakamkan di Gunung Kidul
83. Raden Kudana Wangsa
84. Raden Jaka Trubus
85. Raden Jaka Buras/Raden Salingsingan dimakamkan di Gunung Kidul
86. Raden Jaka Lambung/Raden Astracapa/Kyai Wanapala
87. Raden Jaka Lemburu
88. Raden Jaka Deplang/Raden Yudasara
89. Raden Jaka Nara/Sawunggaling
90. Raden Jaka Panekti/Raden Jaka Tawangsari/Pangeran Banjaransari dimakamkan di Taruwongso Sukoharjo
91. Raden Jaka Penatas/Raden Panuroto
92. Raden Jaka Raras/Raden Lokananta
93. Raden Jaka Gatot/Raden Balacuri
94. Raden Jaka Badu/Raden Suragading
95. Raden Jaka Suseno/Raden Kaniten
96. Raden Jaka Wirun/Raden Larasido
97. Raden Jaka Ketuk/Raden Lehaksin
98. Raden Jaka Dalem/Raden Gagak Pranala
99. Raden Jaka Suwarna/Raden Taningkingkung
100. Raden Rasukrama istri Adipati Penanggungan
101. Raden Jaka Suwanda/Raden Harya Lelana
102. Raden Jaka Suweda/Raden Lembu Narada
103. Raden Jaka Temburu/Raden Adangkara
104. Raden Jaka Pengawe/Raden Sangumerta
105. Raden Jaka Suwana/Raden Tembayat
106. Raden Jaka Gapyuk/Ki Ageng Pancungan
107. Raden Jaka Bodo/Ki Ageng Majasto
108. Raden Jaka Wadag/Raden kaliyatu
109. Raden Jaka Wajar/Seh Sabuk Janur
110. Raden Jaka Bluwo/Seh Sekardelimo
111. Raden Jaka Sengara/Ki Ageng Pring
112. Raden Jaka Suwida
113. Raden Jaka Balabur/Raden Kudanara Angsa
114. Raden Jaka Taningkung
115. Raden Retno Kanitren
116. Raden Jaka Sander (Harya Sander)
117. Raden Jaka Delog/Ki Ageng Jatinom Klaten

Di antara keturunan Prabu BRAWIJAYA V Pamungkas, sebanyak 8 (delapan) putera-puteri pindah dan berkedudukan di pulau Bali, beserta banyak punggawa (abdi dalem) dan rakyat pengikutnya (kawulo). Mereka mendirikan kerajaan dan menurunkan para raja di Bali. Dan mereka tergolong yang selamat atau dalam relatif baik karena tidak terjangkau oleh kejaran lawan politik mereka. Sementara itu, banyak putra Prabu Brawijaya V yang benar-benar sampai bertebaran ke berbagai tempat, sebagian mereka bahkan melarikan diri ke hutan dan gunung. Salah seorang putra yang bernama Raden Jaka Surenggana tewas dalam penyerbuan Demak. Dan sebagian lainnya ada yang gugur dalam pertempuran berikutnya saat mereka dikejar oleh tentara Demak. Di Pandak, Bantul, juga dikenal makam Kyai Ewer/Klewer. Dia adalah prajurit Majapahit yang dikejar tentara Demak, hingga bersembunyi di tanah tandus dan bajunya sobek-sobek (pating klewer). Ini yang menguatkan kesimpulan bahwa apa yang dikisahkan dalam Serat Darmagandul, sekalipun serat itu lebih berbentuk sebagai sebuah buku sastra ketimbang buku sejarah, bahwa Majapahit memang runtuh oleh Demak, memang sulit diabaikan kebenarannya. 
(demikian kutipannya)

Menjadi Pemikiran Bersama:
  • Apakah dengan menunggui tongkat sunan kalijaga selama bertahun-tahun kemudian menjadi wali atau setingkat sunan ? Tentu saja tidak…, karena dalam garis nasab Sunan Geseng dan dasa-dasarr makrifat sudah dimiliki
  •   Anak bangsawan kenapa jadi penderes kelapa ? karena sedang menjalani Topo ngrame menyingkir dari politik / perebutan kekuasaan 
  • Bukti bahwa Desa Semawung adalah dibuka jaman majapahit adalah kesenian Jaran Angklung dengan cerita Panji jaman Kerajaan Kediri yang tersebar secara turun tumurun, Desa sekitar tidak ada kesenian yang mempunyai alur cerita seperti itu. Demikian penataan administrasi krajan, mantrian,kenyaen ;  luas desa seperti penataan kerajaan kecil
  •   Masjid Tiban berada di Dusun Jatisalam Desa Semawung merupakan ciri dari dakwah Sunan Geseng secara monumental menjadi saksi keberadaan sunan Geseng ,cerita rakyat menuturkan banyak kaum bangsawan  kraton menjadi santri di  Desa semawung  
  • Masjid Tiban jatisalam menurut Sistem Informasi Masjid Direktorat Bimas Islam Kementerian Agama ID :01.5.14.06.06.000034 seluas 225 m2 dengan catatan Masjid Bersejarah dibangun tahun 1827 Masehi ( tidak sejaman dengan sunan geseng ,tahun ini rakyat baru giat berperang Diponegoro) 


14 Agustus 2012

Derdah mergo Lermah

Sampun wancinipun mbok bilih ibu bumi saged nuwuhi duhkito...
 Eh ora orane wong bakal noto ati kang sareh jenenge lemah kuwi opo..
sing nuwuhi derdah yo kemaruk lan dianggep modal ..sopo sing jenggunuk iku sing antuk..weleh weleh.  Dianggepe ora bakal diuruk lemah... mbok menowo

Urip bener kuwi saiki anut grubyuk oran tuntas jroning sanubari.. nek ono sing mbedani dipotho-potho dadi wong olo jenise braholo...
sing bener sing endi., rakyat sing bener sing endi...Pejabant sing beber sing endi... wong podho sikut-sikutan rebut bener lang anggep-anggepan...AKU SING BEBER !!!

Sugeng kasampurnan

Sugeng tindak kagem sederek kulo ingkang nemahi kasampurnan mawi dahana suci ngaben.. tanggal 12 Agustus 2012..Sugeng Tindak tumuju kasampurnan...

17 Mei 2011

Sugeng Tindak/Lelayu

  Marak Dumateng ngarsaning Gusti Allloh wanci Jumat Legi  14 Mei 2011 ,
   9 Jumadil akhir 1944 tahun  Be Windu Kuntoro utawi 9 Jumadil akhir 1432 Hijrah   

Swargi Bapak P. Marto Hadisaputro ing Desa Semawung Purworejo, Jawa Tengah. Katur Gunging pangaksami bilih sak gesangipun almarhum wonten kalepatan dumateng Panjenengan sedoyo.
Keluarga Besar almarhum matur nuwun anggenipun paring kawigatosan, kalodangan, kinurmatan dumateng  Almarhum.
 Nuwun,

09 Mei 2011

Elek diengklek-engklek

Yo wis jenenge elek iku dianggo wae
wong yo elek... ora-orane tetep elek
disamudono kae yo elek wong jenenge kelakuan elek

Elek anggawe sentoso.... mergo elek ngerti jenenge kelakuan becik

wis cukup elek iku gawanen....  di engklek-engklek  ben dadi kedengklek